“Aku disini.”
Tampilkan postingan dengan label puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label puisi. Tampilkan semua postingan
Senin, 11 Agustus 2014
Posted by Unknown
No comments | 10:14:00 AM
Hening, tak ada
satu suara pun terdengar malam ini, entah mengapa, bahkan tak kudengar detak
jam dinding maupun desir angin yang biasanya mengisi malam-malam sedingin ini.
Ruangan ini pun
kosong, tak ada satupun tersisa, hanya satu kursi kayu reot tempatku duduk
sendiri. Menatap satu-satunya jendela di ruang ini, mencoba menilisik
garis-garis langit yang tak lagi terlihat.
Demikian juga di
luar sana. Gelap. Padahal mendung sudah sedari tadi diusir oleh angin malam,
namun malam masih murung, bintang pun tak mau menunjukkan dirinya, hanya ada rembulan yang sedari
tadi kupandangi, yang menyembul dengan indahnya dari balik bayang
pepohonan.
Ah.. entahlah, mungkin kegelapan sudah menelan semua cahaya dan suara dari sekitarku, hanya
menyisakan seraut wajah purnama untuk teman bagiku. . Seraut wajah yang
mengingatkanku pada dirimu, membangkitkan segala kerinduan yang tak dapat lagi
kupendam.
Akupun tak mengerti.
Dalam gelap, aku berbisik kepada purnama.
Hening, kembali hanya itu yang kudapat, tak ada jawab
kudengar. Seakan kebisuan telah mencengkeram alam ini.
Mungkin memang benar, sebuah ingatan tentangmu yang tak bisa
kutepis membuatku tuli, sebuah kerinduan akan dirimu yang jauh membuatku buta.
Atau mungkin seperti kata mereka, yang bercerita bahwa aku sudah gila, mencoba
untuk berbicara padamu dari balik bayang wajah rembulan.
Aku tak peduli.
Mereka tak pernah mengerti, mereka tak pernah tahu apa yang
kutahu, mereka tak pernah mendengar apa yang kudengar.
Dan lalu, dalam gelap, aku berbisik kepada purnama.
Hening, kembali, hanya itu saja yang ada, seakan ingin
membuktikan kepadaku bahwa mereka memang benar, bahwa aku memang sudah gila.
Tidak,.. aku tidak gila. Aku tahu rasa ini nyata, rindu ini
pun nyata. Aku yakin kau pun nyata. Dan dalam sendiriku aku masih yakin, bahwa
kau ada disana, mendengarku berkata. Bahwa kau pun bercakap pada purnama yang
sama.
Sekali lagi, dalam gelap, aku berbisik kepada purnama.
Dan dari balik kesunyian, sebuah jawab menggema……
...
...
...
...
...
...
...
...
...
Kamis, 27 Februari 2014
Posted by Unknown
12 comments | 9:06:00 PM
Ada keanehan yang menyembul keluar dan kini menguasai pikiranku, yang membuat aku berjarak dengan diriku sendiri dan memunculkan satu tanya: mengapa kulakukan ini?
Keanehan lain menyusul,yakni jawaban muncul dengan sendirinya tanpa proses berpikir: memang ini jalannya. Itukah yang dinamakan firasat? Menahun sudah aku tahu, hari ini akan tiba. Tapi bagaimana bisa pernah kujelaskan? Aku menyayangimu seperti kusayangi diriku sendiri. Bagaimana kita ingin pisah dengan diri sendiri?
Barangkali itulah kenapa kematian ada, aku menduga. Mengapa kita mengenal konsep berpisah dan bersua. Terkadang kita memang harus berpisah dengan diri kita sendiri; dengan proyeksi. Diri yang telah menjelma menjadi manusia yg kita cinta.
Sedari tadi kamu seperti orang kesakitan,merangkul erat badanmu sendiri dengan mulut terkatup rapat dan rahang mengencang. Aku ingin bilang, aku paham kenapa kamu sakit. Namun tak sepatah kata pun keluar. Aku ingin bilang, aku sakit melihat kamu sakit. Namun bungkusan udara ini memberangus mulut kita berdua.
Mengapa kata2 justru hilang pada saat seperti ini? Saat kulihat kamu butuh penghiburan,nasihat bijak atau humor segar agar kesedihan ini beroleh penawar? Kemampuan kita berkata-kata menguap. Kemampuanku melucu lenyap. Kebisuan menjadi hadiah kebersamaan kita bertahun-tahun. Aku ingin bilang, bebarengan dengan makin pilunya hati ini, ada keindahan yang kurasakan, dan aku tak mengertu mengapa bisa demikian.
Pandangan mata kita yang sedari tadi berlari-lari mulai berani menemukan satu sama lain. Rasanya kita sama-sama tahu,entah kapan lagi tatapan seperti ini terjalin. Tak mungkin kulupa caramu memandangku, dan tak mungkin kau lupa bagaimana semua ini bermula. Aneh. Pada saat kita hendak berbalik dan menutup pintu,mendadak ruang yang kita tinggalkan memunculkan keindahan yang selama ini entah bersembunyi di mana.
Tanganmu bergerak bimbang seperti ingin meraih tanganku, tapi kau urungkan niat itu.
"Habis ini ,lalu apa? Kamu sendirian. Aku sendirian. Buat apa? Kenapa kita tidak berdua lagi saja?"
Suaramu pertama dalam setengah jam terakhir.
Mulutku refleks membuka,ingin menjawab. tapi tidak ada bunyi keluar selain tiupan karbondioksia. Aku tak tahu jawabannya. Aku tidak tahu sesudah ini lantas terjadi apa. Aku tidak tahu kenapa dua manusia yang saling sayang harus kembali berjalan sendiri-sendiri.
Namun kurasa hatimu tahu, seperti hatiku pun tahu. Jika malam ini kita memutuskan untuk terus bersama, itu karena kita tidak tahu bagaimana menangani kesendirian .Aku tidak ingin bersamamu cuma karena enggan sendiri. Kau tidak layak untuk itu. Seseorang semestinya memutuskan bersama oranglain karena menemukan keuntuhannya tercermin, bukan ketakutannya akan sepi.
"Apa artinya cinta yang tak lagi sama,yang kamu sebut-sebut sejak tadi itu? Memang cinta itu ada berapa macam?" tanyamu dengan nada meninggi. Airmata yang tadi sudah reda tampak siap-siap melancarkan serangan lanjutan. Entah berapa gelontor lagi yang bakal tiba. Mendadak aku lelah karena harus menjelaskan variasi cinta macam pedagang yang mempresentasikan katalog produk.
Aku tidak tahu cinta punya berapa macam varian. Kau harus bertanya langsung kepada hatiku, karena dialah yang satu hari menutup dan mengucap : "cukup" . Dia yang berkata : "aku tidak lagi jatuh,jalan ini sudah jadi jalan lurus. Teruskan makan aku akan mati, karena takdirku adalah jatuh. Bukan berjalan di setapak datar apalagi mendaki".
Hati adalah air, aku lantas menyimpulkan . Baru mengalir jika menggulir dari tempat tinggi ke tempat lebih rendah. Ada gravitasi yang secara alamiah menggiringnya. Dan jika peristiwa jatuh hati diumpamakan air terjun, maka bersamamu aku sudah merasakan terjun,jumpalitan,lompat indah .Berkali-kali. Namun kanal hidup membawa aliran itu ke sebuah tempat yang datar, dan hatiku berhenti mengalir. Siapa yang mengatur itu? Aku pun tak tahu. Barangkali kita berdua, tanpa kita sadari. Barangkali hidup itu sendiri, sehingga sia- sia menyalahkan siapa-siapa.
Aku ingin mengalir. Hatiku belum mau mati. Aliran ini harus kembali memecah dua agar kita sama-sama bergerak. Sebelum kita terlalu jengah dan akhirnya pisah dalam amarah.
Jadi, aku tidak tahu cinta itu terdiri dari berapa macam. Yang kutahu, cinta itu tersendat, dan hatiku seperti mau mati pengap. Kendati kusayang kamu lebih dari siapapun yang kutahu. Kendati bersamamu senyaman berselimut pd saat hujan. Aku aman. Namun aku mengerontang kekeringan. Dan kini aku tersadar, aku butuh hujan itu. Lebih dari apapun .
"Kamu akan menyesal.... " gumammu lagi .
Mungkin. Kini kita tak mungkin tahu.
"Enam tahun. Kita akan buang enam tahun itu begitu saja?" Retorikal dan getir, kamu bertanya.
Kamu bukan tisu sekali pakai. Kita tidak mungkin membuang apapun jika kita percaya hati bukan diperuntukkan untuk menyimpan. Otakku merekam dan menyimpan kamu , kita dan enam tahun ini . Hati tidak pernah menyimpan apa-apa. Namun kata kata membeku diujung mulutku seperti stalaktit dan stalagmit. Tampak dinamis dalam konsep tapi tak bergerak.
"Ngomong, dong!" Tiba-tiba suaramu meledak murka.
Bentakanmu seperti aba-aba perwira yang menggerakkan kedua tanganku untuk tahu-tahu merengkuhmu. Refleks yang tak kusangka akan muncul.
Tubuhmu berontak. Kurasakan amarahmu, sakitmu. Kupererat rengkuhanku. Tangnmu meronta, berusaha melepaskan diri. Wajahmu kau tarik menjauh. Segala macam cara kaukerahkan untuk bebas dari pelukanku. Namun aku bertahan.
Rasakan, bisikku dalam hati. Panas tubuh kita berdua mencairkan apa yang sudah beku bertahun-tahun. Rasakan betapa lamanya kita terlelap dan membiarkan aliran itu padam. Begitu terbiasa kita memandangi taring-taring es itu hingga menjadi layaknya aksesoris ruangan, padahal kita sudah mau mati kedinginan, kekeringan. Kamu tak layak didera. Kita tak layak disiksa.
Berangsur,tubuhmu tenang. Otot-ototmu yg tegang mulai melemas, lelah meronta, dan lunglai pasrah dalam pelukanku. Kau mulai menangis. Aku mulai menangis. Lenganmu perlahan mendaki dan balik mendekapku. Kita resmi berpelukan.
Cukup lama tubuh kita terpaut hingga kata2 menggantung beku mulai cair dan mengalir ke dalam darah kita masing-masing. Hatimu tahu, seperti hatiku pun tahu. Nadi kita mendenyutkan pesan-pesan yang tahunan sudah menanti untuk bersuara. Inilah keindahan yang kumaksud. Rasakan semua, demikian pinta sang hati. Amarah atau asmara, kasih atau pedih, segalanya indah jika memang tepat pada waktunya. Dan inilah hatiku, pada dini hari yang hening. Bening. Apa adanya.
Hati-hati, lenganku melonggar, melepaskan tubuhmu. Aku tahu aku telah dimengerti, meski sekali saja pelukanku.
.
.
.
.
.
Aliran ini memecah indah. Meski aku berbalik pergi.
.
.
.
dan tak kembali.
Selasa, 27 Agustus 2013
Posted by Unknown
No comments | 8:23:00 PM
That time of year thou mayst in me behold,
When yellow leaves, or none, or few do hang
Upon those boughs which shake against the cold,
Bare ruined choirs, where late the sweet birds sang.
In me thou seest the twilight of such day
As after sunset fadeth in the West,
Which by and by black night doth take away,
Death's second self, that seals up all in rest.
In me thou seest the glowing of such fire
That on the ashes of his youth doth lie,
As the death-bed, whereon it must expire,
Consumed with that which it was nourished by.
This thou perceiv'st, which makes thy love more strong,
To love that well, which thou must leave ere long.
Rabu, 12 Desember 2012
Posted by Unknown
No comments | 11:52:00 AM
Ada sebuah harap yang memudar,
menghilang dalam bayang yang sungguh tak kau lihat...
Merengkuh diriku,
menenggelamkan ke antara mimpi dan kenyataan.
Dingin membelenggu, melukiskan waktu yang tak kunjung berlalu,
tertanam, membeku
dalam dekap..
Ah... malam pun bicara
kepadaku,
tentang sejati yang sirna,
tentang dunia,
atau hati yang mati dan ditinggalkan..
Atau jiwa, yang sendiri dan tak bermakna?
...
...
...
...
...
...
...
...
..............................................................................
Atau cinta
yang tak pernah pergi atau muncul kembali.
terperangkap, dalam keabadiannya sendiri.....
menghilang dalam bayang yang sungguh tak kau lihat...
Merengkuh diriku,
menenggelamkan ke antara mimpi dan kenyataan.
Dingin membelenggu, melukiskan waktu yang tak kunjung berlalu,
tertanam, membeku
dalam dekap..
Ah... malam pun bicara
kepadaku,
tentang sejati yang sirna,
tentang dunia,
atau hati yang mati dan ditinggalkan..
Atau jiwa, yang sendiri dan tak bermakna?
...
...
...
...
...
...
...
...
..............................................................................
Atau cinta
yang tak pernah pergi atau muncul kembali.
terperangkap, dalam keabadiannya sendiri.....
Selasa, 18 September 2012
Posted by Unknown
No comments | 12:36:00 AM
I know you all, and will awhile uphold
The unyoked humour of your idleness:
Yet herein will I imitate the sun,
Who doth permit the base contagious clouds
To smother up his beauty from the world,
That, when he please again to be himself,
Being wanted, he may be more wonder'd at,
By breaking through the foul and ugly mists
Of vapours that did seem to strangle him.
If all the year were playing holidays,
To sport would be as tedious as to work;
But when they seldom come, they wish'd for come,
And nothing pleaseth but rare accidents.
So, when this loose behavior I throw off
And pay the debt I never promised,
By how much better than my word I am,
By so much shall I falsify men's hopes;
And like bright metal on a sullen ground,
My reformation, glittering o'er my fault,
Shall show more goodly and attract more eyes
Than that which hath no foil to set it off.
I'll so offend, to make offence a skill;
Redeeming time when men think least I will.
The unyoked humour of your idleness:
Yet herein will I imitate the sun,
Who doth permit the base contagious clouds
To smother up his beauty from the world,
That, when he please again to be himself,
Being wanted, he may be more wonder'd at,
By breaking through the foul and ugly mists
Of vapours that did seem to strangle him.
If all the year were playing holidays,
To sport would be as tedious as to work;
But when they seldom come, they wish'd for come,
And nothing pleaseth but rare accidents.
So, when this loose behavior I throw off
And pay the debt I never promised,
By how much better than my word I am,
By so much shall I falsify men's hopes;
And like bright metal on a sullen ground,
My reformation, glittering o'er my fault,
Shall show more goodly and attract more eyes
Than that which hath no foil to set it off.
I'll so offend, to make offence a skill;
Redeeming time when men think least I will.
Jumat, 06 April 2012
Posted by Unknown
No comments | 9:37:00 PM
Entah gelap, atau hanya redup yang melelapkan. langit kali ini tak bermendung, tak berawan.
Seolah membiarkanku berbisik pada rembulan yang menatap wajahku, dengan sendu.
"Ada rindu yang menyesak", kukatakan padanya, "yang merenggut cahaya dari jiwa yang tak lagi bergerak."
Sabtu, 10 Maret 2012
Posted by Unknown
No comments | 8:21:00 PM
I ngîl cennin erthiel
Ne menel aduial,
Ha glingant be vîr
SÃliel moe.
I ngîl cennin firiel
Ne menel aduial,
And-dúr naun i fuin a galad firn
Naegriel moe.
An i natha
An i naun ului
A chuil, ann-cuiannen
Am meleth, perónen.
Senin, 13 Februari 2012
Posted by Unknown
No comments | 12:52:00 PM
Shall I compare thee to a summer's day?
Thou art more lovely and more temperate:
Rough winds do shake the darling buds of May,
And summer's lease hath all too short a date:
Sometimes too hot the eye of heaven shines,
And too often is his gold complexion dimm'd:
And every fair from fair sometimes declines,
By chance or natures changing course untrimm'd;
By thy eternal summer shall not fade,
Nor lose possession of that fair thou owest;
Nor shall Death brag thou wander'st in his shade,
When in eternal lines to time thou growest:
So long as men can breathe or eyes can see,
So long lives this and this gives life to thee.
― William Shakespeare, Shakespeare's Sonnets
Jumat, 23 Desember 2011
Posted by Unknown
No comments | 5:03:00 PM
Ada hati yang dibawa oleh masa yang telah lalu. Ada rindu yang tertanam dari hati yang mati. Ada jiwa, yang bertahun merenung dalam kesendirian yang fana. Sementara diri masih saja mencari jawab atas pertanyaan yang harusnya semua orang tahu, namun tak ada yang tahu, bahkan diri sendiri:
Siapakah aku?
Aku terlahir jauh sebelum diriku ada, sebelum kerak bumi ini mengering dan mendingin dari api menjadi tanah dan batu, sebelum mentari, Proxima centauri, Sirius, ataupun bahkan Epsilon eridani mulai berputar di orbitnya mengelilingi Supermasive black hole.
Aku hanyalah aku yang ada, sebuah eksistensi tak nyata dari impian dan fantasi yang mencapai puncak imaji, yang kemudian membangkitkan halusinasi 'pre-psikotik', yang acap kali didefinisikan sebagai 'gila' oleh kebanyakan manusia, namun terkadang disebut 'genius' oleh sebagian lainnya.
Aku cuma aku yang disini, sebuah jati diri tak tertemukan yang mendobrak masuk kedalam kepribadian yang sederhana, menjadikan apa yang disebut 'jiwa' menjadi kompleksitas yang tak terpecahkan, bahkan oleh ilmu apapun.
Dan bahkan kompleksitas tak terjawab itu harus dibuat menjadi lebih kompleks lagi oleh kehadiranmu. Kehadiran yang entah kuharap atau tidak, mengusik kesederhanaan yang lama kupupuk dan kemudian membangkitkan aku yang baru, ya, aku dengan segala kerumitannya yang ruwet.
Namun saat kulihat wajahmu di hari ini, ada hal yang entah mengusik batinku atau batinmu, membuatku ragu, dan mungkin ironisnya membuatku semakin membencimu saat ini.
Kulihat diriku sendiri, kulihat aku, jauh terbenam dalam eksistensi yang kembali tak ku tahu.
Siapakah aku?
Sebuah misteri yang tak pernah terpecahkan, olehku ataupun engkau.
Namun saat kulihat wajahmu di hari ini, ada hal yang entah mengusik batinku atau batinmu, membuatku ragu, dan mungkin ironisnya membuatku semakin membencimu saat ini.
Kulihat diriku sendiri, kulihat aku, jauh terbenam dalam eksistensi yang kembali tak ku tahu.
Siapakah aku?
Sebuah misteri yang tak pernah terpecahkan, olehku ataupun engkau.
Dan cerita tentang diriku, aku, dan mungkin tentang dirimu, dan kompleksitas yang ada dan kau bawa, tak akan berakhir di sini. Walaupun sepertinya kau bahkan tak menyadari bahwa diriku dan 'aku' benar-benar ada dan nyata, tak hanya sekedar bayang-bayang dari rona muka yang tak lagi kau kenal.
Untukmu, wajah yang kubenci,.. dan kurindu.
Kamis, 22 Desember 2011
Posted by Unknown
No comments | 12:23:00 PM
Dalam ranah yang mereka sebut keabadian
Aku bersemayam bersama ingatan tentang kalian
Kudekap dan kuucap namamu satu demi satu
Sebelum lautan cahaya melarutkan kita dan waktu
Walau tiada aksara di sana
Walau tiada wujud yang serupa
Tanpa pernah tertukar aku menemukanmu semua
Sebagaimana engkau semua menemukanku
Empat, lima, dan enam
Berapapun banyaknya kita tersempal
Perlahan lebur menjadi tunggal
Dua, satu, dan kosong
Bersama kita lenyap menjadi tiada
Aku bersemayam bersama ingatan tentang kalian
Kudekap dan kuucap namamu satu demi satu
Sebelum lautan cahaya melarutkan kita dan waktu
Walau tiada aksara di sana
Walau tiada wujud yang serupa
Tanpa pernah tertukar aku menemukanmu semua
Sebagaimana engkau semua menemukanku
Empat, lima, dan enam
Berapapun banyaknya kita tersempal
Perlahan lebur menjadi tunggal
Dua, satu, dan kosong
Bersama kita lenyap menjadi tiada
Jumat, 05 Agustus 2011
Posted by Unknown
No comments | 4:32:00 PM
anginmu berhembus kembali,..
entah ada apa gerangan,...
yang pasti di sini ku tetap berdiri menyambut sayup pagi yang menjelang di benakku,
membawa sejuta keindahan dalam angan yang dinanti,
sementara di sini masih saja sepi,
diantara harap tak berarti...
lalu kupejamkan mataku,
dan kudengarkan fragment fragment masa yang mengalun kembali ke asal nya.,
entah ada apa gerangan,...
yang pasti di sini ku tetap berdiri menyambut sayup pagi yang menjelang di benakku,
membawa sejuta keindahan dalam angan yang dinanti,
sementara di sini masih saja sepi,
diantara harap tak berarti...
lalu kupejamkan mataku,
dan kudengarkan fragment fragment masa yang mengalun kembali ke asal nya.,
dan akhirnya, kututup buku tentang takdir yang kugenggam,.
tentang langit, bintang, dan cahaya rembulan yang menghanyutkanku dalam rinduannya,
lalu kusimpan dalam memori yang tak terhapuskan...
(08.06.11:03.36)
tentang langit, bintang, dan cahaya rembulan yang menghanyutkanku dalam rinduannya,
lalu kusimpan dalam memori yang tak terhapuskan...
(08.06.11:03.36)
Posted by Unknown
No comments | 4:24:00 PM
Alam membawaku kembali dalam kedamaian dan ketentraman jiwa.
Angin menyejukkan hatiku yang beku,..
deburan air di telaga membasuh jiwaku yang hampa,
dan suara derap kaki kuda ku kembalikan langkah langkahku tuk tempuh jalan kehidupan...
(08.11.07:23.41)
Angin menyejukkan hatiku yang beku,..
deburan air di telaga membasuh jiwaku yang hampa,
dan suara derap kaki kuda ku kembalikan langkah langkahku tuk tempuh jalan kehidupan...
(08.11.07:23.41)
Posted by Unknown
No comments | 4:17:00 PM
Aku berjalan,.....
terus berjalan menelusuri padang luas memori masa laluku, yang hampir terhapus bersama gulir waktu.
Di depan kulihat sebuah cahaya, lebih terang dari mentari, namun lebih sejuk dari embun pagi.
Aku mendekat, lalu ku lihat dia, rembulan yang selalu ku rindu,
dan dalam cahaya dia berdiri, tersenyum, kepadaku..
dan kulihat disampingnya, sang Jibril, sang Ruhul Kudus,
yang kemudian berkata kepadaku,
"Ku sampaikan hidup dan kenangan yang diberikanNya padamu, dan padanya yang kau cinta.
Dan takdir kalian telah ditentukan sejak sebelum hari penciptaan dunia.."
Kemudian dia terbang tinggi, menembus langit ke tujuh.
Tinggalkanku dan rembulan dalam cahaya suci.
dan kembali, jiwaku bersemayam dalam cahaya illahi.....
(07.29.07:07.37)
terus berjalan menelusuri padang luas memori masa laluku, yang hampir terhapus bersama gulir waktu.
Di depan kulihat sebuah cahaya, lebih terang dari mentari, namun lebih sejuk dari embun pagi.
Aku mendekat, lalu ku lihat dia, rembulan yang selalu ku rindu,
dan dalam cahaya dia berdiri, tersenyum, kepadaku..
dan kulihat disampingnya, sang Jibril, sang Ruhul Kudus,
yang kemudian berkata kepadaku,
"Ku sampaikan hidup dan kenangan yang diberikanNya padamu, dan padanya yang kau cinta.
Dan takdir kalian telah ditentukan sejak sebelum hari penciptaan dunia.."
Kemudian dia terbang tinggi, menembus langit ke tujuh.
Tinggalkanku dan rembulan dalam cahaya suci.
dan kembali, jiwaku bersemayam dalam cahaya illahi.....
(07.29.07:07.37)
Selasa, 05 Juli 2011
Posted by Unknown
No comments | 6:37:00 AM
Malam ini, angin kembali memanggilku dengan bahasa yang tak pernah kudengar, tetapi anehnya dapat dengan jelas kumengerti.
Tetapi entah mengapa, kaki ini masih enggan beranjak. Jiwaku tetap berdiam di sini, di dalam kelam yang tak tersentuh oleh cahaya apapun, kecuali cahaya-Nya....
(07.28.07:23.00)
Tetapi entah mengapa, kaki ini masih enggan beranjak. Jiwaku tetap berdiam di sini, di dalam kelam yang tak tersentuh oleh cahaya apapun, kecuali cahaya-Nya....
(07.28.07:23.00)
Sabtu, 02 Juli 2011
Posted by Unknown
No comments | 10:32:00 PM
Kosong,........
tak ada kata dalam pikiranku kali ini. Sehampa padang pasir putih kesunyian yang kutempuh seharian ini.
Aku berjalan dalam dahaga, bersama kesendirianku di bawah bayang-bayang langit.
Kulihat Sang Mentari, menatapku dengan matanya yang tajam.
Entah kenapa, dia berkata,
"Kau seperti diriku, yang menyinarii jagad dengan cahaya yang menyilaukan."
Aku tersenyum kecil, dan berkata padanya,
"Tidak, aku tak seperti engkau. Bagaimana aku bisa bersinar, jika jiwaku sendiri tenggelam dalam kegelapan?"
Dia kembali berkata padaku,
"Kau seperti diriku. Jiwaku bersemayam di langit biru, dan sang waktu berjalan beriringan denganku, begitu juga kau."
Aku kembali tersenyum, dan berkata,
"Tidak, aku sama sekali tidak seperti engkau. Karena jiwaku tak pernah bersemayam dimanapun, sejak waktu berlari meninggalkanku."
Tak terduga, sang Surya pun tersenyum padaku kali ini, dan berkata,
"Aku seperti dirimu, wahai angin... Karena hatiku pun terpagut pada rembulan, yang selalu bersembunyi dalam kelam malam yang tak pernah dapat kudatangi."
Aku tertegun, terdiam sejenak, merenungi dan menyadari betapa kemiripanku denan angin dan mentari. Sementara tatapannya berubah dari tajam menjadi khidmat.
Kemudian kami berseru bersama, dengan suara yang mengguncang semesta,
"Aku dan rembulan adalah kekasih, meskipun kebersamaan kami hanya sebatas dalam kegelapan gerhana yang membutakan mata."
(07.27.07:22.12)
Rabu, 29 Juni 2011
Posted by Unknown
No comments | 9:37:00 PM
Masih dapat kurasakan getaran-getaran nya merasuk dalam jiwaku,
kurasakan semangat hidupnya dalam api yang berkobar di kelam malam ini.
Kemudian aku menengadah, berseru pada langit hitam yang memayungi diriku,
"Angin telah membawakanku kabar tentang Rembulan yang bersemayam dalam kelam sanubarimu, dengan hembusan nafasnya yang dingin dan membekukan.
Maka sekarang ku berdoa pada Penciptamu, semoga sinarnya tak pernah padam, dan kasihnya tak pernah mati, tuk selamanya..."
Malam bernyanyi untukku, dan dalam liriknya kudengar untaian kata-kata abadi, kata-kata yang mampu menyejukkan hatiku dengan kesunyiannya, kata-kata yang mampu membasuh jiwaku dengan kedamaiannya.
(07.26.07:23.40)
kurasakan semangat hidupnya dalam api yang berkobar di kelam malam ini.
Kemudian aku menengadah, berseru pada langit hitam yang memayungi diriku,
"Angin telah membawakanku kabar tentang Rembulan yang bersemayam dalam kelam sanubarimu, dengan hembusan nafasnya yang dingin dan membekukan.
Maka sekarang ku berdoa pada Penciptamu, semoga sinarnya tak pernah padam, dan kasihnya tak pernah mati, tuk selamanya..."
Malam bernyanyi untukku, dan dalam liriknya kudengar untaian kata-kata abadi, kata-kata yang mampu menyejukkan hatiku dengan kesunyiannya, kata-kata yang mampu membasuh jiwaku dengan kedamaiannya.
(07.26.07:23.40)
Posted by Unknown
No comments | 9:10:00 PM
Tak ada kata yang bisa terucap,
Aku melihatnya, kematian dan kegelapan, menyelubungi waktu yang berjalan bersamaku.
Masih kuingat dalam benakku, bisikan angin tentang diriku. Dia berkata,
"Aku adalah jiwamu, yang memberikan harapan dan impian bagimu; yang menumbuhkan rasa dalam hatimu; dan, membuaimu dengan mimpi-mimpi lelapmu."
Aku tanya dia,
"Jika kau adalah jiwa, maka tahukah kau tentang luka yang lebih dari kematian? Tahukah kau tentang harapan akhir sebuah kalbu dalam derita?"
Angin, sang Jiwa, pun terdiam sejenak, lalu berkata dengan suara gemuruh bak badai,
"Luka dan harapanmu adalah satu. Dan keduanya adalah cermin dari cintamu yang bersemayam dalam nuranimu yang terdalam; Dan aku adalah jiwamu, yang memberi ketenangan dan ketentraman, sekaligus luka dan derita atas rasa pada dirimu."
Aku menengadah, memandang langit dimana bulan seharusnya berada;
Namun hanya langit malam kelam menyelubungiku,
membayangi dengan bayang keabadiannya......
(07.19.07:23.02)
Aku melihatnya, kematian dan kegelapan, menyelubungi waktu yang berjalan bersamaku.
Masih kuingat dalam benakku, bisikan angin tentang diriku. Dia berkata,
"Aku adalah jiwamu, yang memberikan harapan dan impian bagimu; yang menumbuhkan rasa dalam hatimu; dan, membuaimu dengan mimpi-mimpi lelapmu."
Aku tanya dia,
"Jika kau adalah jiwa, maka tahukah kau tentang luka yang lebih dari kematian? Tahukah kau tentang harapan akhir sebuah kalbu dalam derita?"
Angin, sang Jiwa, pun terdiam sejenak, lalu berkata dengan suara gemuruh bak badai,
"Luka dan harapanmu adalah satu. Dan keduanya adalah cermin dari cintamu yang bersemayam dalam nuranimu yang terdalam; Dan aku adalah jiwamu, yang memberi ketenangan dan ketentraman, sekaligus luka dan derita atas rasa pada dirimu."
Aku menengadah, memandang langit dimana bulan seharusnya berada;
Namun hanya langit malam kelam menyelubungiku,
membayangi dengan bayang keabadiannya......
(07.19.07:23.02)
Jumat, 24 Juni 2011
Posted by Unknown
No comments | 10:09:00 PM
Pagi itu, ku bertemu kembali dengan rembulan. Dia mengingatkanku pada hari esok, saat kegelapan kan datang kepadaku.
Aku pun tertegun, mataku menerawang...
Lalu aku pun bertanya kepadanya,
"Akankah kau juga di sana menemaniku? Ketika nanti kegelapan menjemputku?"
Dia terdiam...
Aku berkata,
"Sinarilah aku, wahai cahaya suci rembulan, berilah cahaya pada setiap malam-malam kelam yang kan kulewati."
Dia masih tetap terdiam..
Seribu kesunyian mencekam kami. Kulihat kebimbangan di mata nya, namun kurasakan keteguhan dalam jiwa nya. Dan dalam hatinya kudengar nyanyian untuk Tuhan, dan doa-doa yang terpanjat dari nurani nya.
Lalu dia tersenyum padaku, dengan kelembutan cahaya yang melebihi batas-batas perasaan,.
Dan dia berkata,
"Takdir Tuhan telah bicara,......"
Lalu dia menghilang, berganti kabut kelabu yang mulai merayap dalam jiwaku; dan kebekuan pun mulai merangkul hatiku.
Kuseru namanya, tapi hanya kesunyian dan kelam malam yang menghampiriku.
Aku pun terpuruk, jatuh ke dalam bayang-bayang..
Aku pun tertegun, mataku menerawang...
Lalu aku pun bertanya kepadanya,
"Akankah kau juga di sana menemaniku? Ketika nanti kegelapan menjemputku?"
Dia terdiam...
Aku berkata,
"Sinarilah aku, wahai cahaya suci rembulan, berilah cahaya pada setiap malam-malam kelam yang kan kulewati."
Dia masih tetap terdiam..
Seribu kesunyian mencekam kami. Kulihat kebimbangan di mata nya, namun kurasakan keteguhan dalam jiwa nya. Dan dalam hatinya kudengar nyanyian untuk Tuhan, dan doa-doa yang terpanjat dari nurani nya.
Lalu dia tersenyum padaku, dengan kelembutan cahaya yang melebihi batas-batas perasaan,.
Dan dia berkata,
"Takdir Tuhan telah bicara,......"
Lalu dia menghilang, berganti kabut kelabu yang mulai merayap dalam jiwaku; dan kebekuan pun mulai merangkul hatiku.
Kuseru namanya, tapi hanya kesunyian dan kelam malam yang menghampiriku.
Aku pun terpuruk, jatuh ke dalam bayang-bayang..
Dan aku kembali bertanya-tanya tentang arti kehidupan......
(07.17.07:08.49)
Posted by Unknown
No comments | 10:09:00 PM
Tangan ini bergerak, gemetar, menyingkap sampul lusuh buku takdir masa lalu yang lama tak terbuka..
Kemudian dari wajah wajah halamannya tersembul fragmen-fragmen waktu yang tlah berlari, berhembus bersama ku dulu...
Ah, ku terdiam menatapmu saja.
...................
Jumat, 29 April 2011
Posted by Unknown
No comments | 9:52:00 AM
Entah hijau, entah coklat muda. Belum pernah kulihat bola mata berwana hijau, jadi tidak bisa terlalu yakin. Dan tempat ini didesain dengan penerangan yang buruk. Remang yang malah tidak romantis. Remang yang membuat segalanya tidak jelas. Namun hanya tempat ini yang masih buka.Hiburan yang tersedia adalah tayangan pertandingan sepak bola dini hari dari televisi 14 inci dan kumandang lagu disko era satu dekade silam serta kerlap-kerlip bohlam warna-warni yang sebaiknya jangan dilihat lebih dari satu menit karena membuat mata sakit.
Tinggal empat manusia yang tersisa, dan satu diantaranya. Karenanya aku bertahan. Satu-satunya betina yang menguapkan feromon di sekumpulan makhluk jantan. Secara alamiah tak mungkin aku dilewatkan. Namun mereka malas menggubris karena tidak pernah ada pembicaraan menarik keluar dari mulutku sejak hari pertama kami semua berkenalan. Sementara aku tetap menyandang status “kenalan“, mereka sudah menjadi tiga serangkai - sahabat temporer yang dikondisikan waktu dan tempat. Aku merasa tidak rugi. Yang menarik dari mereka hanyalah dia. Dan dia bukanlah pembicaraan. Dia adalah tujuan. Tujuan bertahan.
Langganan:
Postingan (Atom)